`
Apa yang dimaksud dengan muhasabah?
.
Kebanyakan orang menganggap muhasabah atau introspeksi diri adalah mengingat perbuatan dosa yang telah dilakukan, dengan menyesali dan menangisinya. Padahal pengertian tersebut merupakan salah satu syarat taubatan nasuha.
.
Rasulullah sallallahu alaihi wassalam bersabda, "Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala. (HR. Imam Turmudzi, "Hadits ini adalah hadits hasan").
.
Merujuk kepada hadits Rasulullah tentang hakikat muhasabah, akan kita temukan yang dimaksud dengan muhasabah adalah memaksakan diri dan menundukkannya agar taat melaksanakan semua perintah Allah sebagai bekal di akhirat.
.
Muhasabah menurut Rasulullah sama artinya dengan jihad nafs atau jihad memerangi dan mengekang hawa nafsu.
Rasulullah dalam sabdanya yang lain menegaskan jihad nafs adalah salah satu jihad paling besar dan termasuk ke dalam hakikat seorang mujahid.
''Mujahid adalah orang yang mengekang jiwanya untuk taat kepada perintah Allah.'' (HR Ahmad).
.
Dari pengertian di atas, jelas bahwa hakikat muhasabah bukan mengingat dosa-dosa yang telah lalu, kemudian menyesali dan menangisinya. Namun, hakikat muhasabah adalah memaksakan diri untuk taat melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.
.
.
Lalu mengapa orang-orang bila bermuhasabah selalu dengan cara menyesali dosa-dosa yang diperbuatnya??
Jawabannya karna taubat dan muhasabah bisa saling berkaitan. Dengan mengingat dosa-dosa yang diperbuat (taubat) maka kita akan mengingat Allah, bila kita mengingat Allah maka kita akan taat kepadaNya, dan jika kita taat kepadaNya maka kita berusaha untuk melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, dengan selalu memerangi hawa nafsu dan taat kepada Allah maka inti atau hakekat muhasabah itu sendiri tlah kita jalani.
.
► Aspek yang perlu dimuhasabahi
.
Ada beberapa aspek yang perlu dimuhasabahi oleh setiap muslim, agar ia menjadi orang yang pandai dan sukses.
.
1. Aspek Ibadah
.
Pertama kali yang harus dievaluasi setiap muslim adalah aspek ibadah. Karena ibadah merupakan tujuan utama diciptakannya manusia di muka bumi ini. [QS.Adz-Dzaariyaat/51:56]
.
2. Aspek Pekerjaan & Perolehan Rizki
.
Aspek kedua ini sering kali dianggap remeh, atau bahkan ditinggalkan dan
tidak dipedulikan oleh kebanyakan kaum muslim. Karena sebagian menganggap bahwa aspek ini adalah urusan duniawi yang tidak memberikan pengaruh pada aspek ukhrawinya.
Sementara dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda : Dari Ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi MuhammadSAW bahwa beliau bersabda, "Tidak
akan bergerak tapak kaki Ibnu Adam pada hari kiamat, hingga Ia ditanya tentang 5 perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya, kemana
dipergunakannya, hartanya darimana Ia memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana pengamalannya." (HR. Turmudzi)
.
3. Aspek Kehidupan Sosial Keislaman
.
Aspek yang tidak kalah penting untuk dievaluasi adalah aspek kehidupan
sosial, dalam artian hubungan muamalah, akhlak dan adab dengan sesama manusia. Karena kenyataannya aspek ini juga sangat penting, sebagaimana yang digambarkan RasulullahSAW dalam sebuah hadits :
Rasulullah bersabda,
"Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu dia pun dicampakkan ke dalam api neraka. (HR. Muslim)
.
4. Aspek Dakwah
.
Dakwah itu sendiri mengajak orang pada kebersihan jiwa, akhlaqul karimah, memakmurkan masjid, menyempurnakan ibadah, mengklimakskan kepasrahan abadi pada ilahi, banyak istighfar, taubat dsb.
.
Pada intinya, dakwah harus dievaluasi, agar harakah dakwah tidak menjadi simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh dari nilai-nilai dakwah itu sendiri. Serta dalam berdakwah mempunyai pertanggung jawaban atas apa yang didakwahkannya.
Orang yang berdakwah, seharusnya terlebih dahulu melakukan apa yang didakwahkannya, jangan sampai orang yang berdakwah melarang seseorang melakukan sesuatu namun dalam kenyataannya dia telah melakukan apa yang dilarangnya, atau mengajak orang berbuat kebaikan namun dia tidak pernah melakukan kebaikan yang diucapkannya pada orang lain.
Oleh karena itu berusahalah melakukan atau menjalani sesuatu yang kamu dakwahkan kepada orang lain (juga dalam rangka muhasabah bagi saya sendiri).
.
┈┈┈┈
.
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS.2:44)
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar